Anas Urbaningrum (lahir di Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969; umur 43 tahun) adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat dari
23 Mei 2010 hingga pengunduran dirinya pada 23 Februari 2013[1]. Terpilih pada
usia 40 tahun menjadikannya salah seorang ketua partai termuda di Indonesia.
Sebelumnya ia menjalankan tugas sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah
DPP Partai Demokrat dan Ketua Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat. Anas terpilih
menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI (Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak. Sejak terpilih menjadi
ketua partai, ia mengundurkan diri dari jabatannya di DPR.
Tentang Anas Urbaningrum
Lahir di Desa Ngaglik, Srengat,
Blitar, Jawa Timur, Anas menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten
Blitar. Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Airlangga,
Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Di
kampus ini ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
hingga lulus pada 1992.
Anas
melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu
politik pada 2000. Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul
"Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid" (Republika, 2004).
Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Kiprah Anas di
kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum
Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Dalam perannya
sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah
pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998. Pada era itu pula ia menjadi
anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah
satu tuntutan Reformasi.
Pada pemilihan
umum demokratis pertama tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai
Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik
untuk ikut dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umumperiode
2001-2005 yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004.
Setelah
mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005
sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.
Pada 22 Februari 2013, Anas ditetapkan sebagai
tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan gratifikasi dalam
proyek Hambalang.
Pengalaman
·
Ketua Umum DPP Partai
Demokrat 2010-2013
·
Anggota Presidium
Korps Alumni HMI 2012-2015
Masa Reformasi 1998 dan
Transisi Politik
Anas ditunjuk
untuk menjadi anggota tim revisi undang-undang politik atau yang dikemal dengan
nama Tim Tujuh. Tim ini dipimpin oleh Ryaas Rasyid dengan anggota lainnya
adalah Affan Gaffar (alm.), Andi Mallarangeng, Djohermansyah Djohan, Luthfi
Mutty, dan Ramlan Surbakti.
Tim ini
mengasilkan rancangan paket undang-undang pemilu yang akhirnya disahkan oleh
DPR RI menjadi UU No. 2/1999 tentang Partai Politik, UU No. 3/1999 tentang
Pemilhan Umum, dan UU No. 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD.
Dalam
mempersiapkan pemilu demokratis pertama pada tahun 1999, pemerintah membentuk
Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum pada 3 Februari 1999 yang
dikenal dengan nama Tim Sebelas. Tugas tim ini adalah memverifikasi pemenuhan
syarat administratif partai dalam untuk mengkuti pemilu. Anas dipilih menjad
anggota tim yang dipimpin oleh Nurcholish Madjid (alm.). Anggota lainnya adalah
Adi Andojo Sutjipto, Adnan Buyung Nasution, Affan Gaffar (alm.), Andi
Mallarangeng, Eep Saefulloh Fatah, Kastorius Sinaga, Miriam Budiardjo (alm.),
Mulyana W. Kusumah, dan Rama Pratama.
Setelah
melalui proses verifikasi, Tim ini mengumumkan 48 partai yang berhak mengikuti
pemilu 1999.
Menjadi Anggota Komisi
Pemilihan Umum
Anas dilantik
menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2000-2007 oleh
Presiden Abdurrahman Wahid (alm.) pada 24 April 2001. Anas menjadi anggota KPU
bersama dengan Chusnul Mar’iyah, Daan Dimara, Hamid Awaludin, Imam Prasodjo,
Mudji Sutrisno, Mulyana W Kusuma, Nazaruddin Syamsuddin, Ramlan Surbakti,
Rusadi Kantaprawira, dan Valina Singka Subekti. Para anggota KPU tersebut
kemudian memilih Nazaruddin Syamsuddin sebagai ketua.
Tugas besar
KPU periode ini adalah melaksanakan pemilihan presiden secara langsung yang
pertama dalam sejarah yang merupakan salah satu tonggak penting demokratisasi
di Indonesia. Anas mengundurkan diri dari KPU pada 8 Juni 2005.
Menjadi Anggota DPR RI
Anas terpilih
menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII
yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak, yaitu 178.381 suara,
melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 177.374 suara.
Pada 1 Oktober
2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI. Tugas berat
yang berhasil dijalankannya dengan baik adalah menjaga kesolidan seluruh
anggota Fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.
Menyusul
pemilihannya sebagai ketua umum partai, pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan
diri dari DPR.
Terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat
Sebagai partai
pemenang pemilu 2009, kongres ke-2 Partai Demokrat di Bandung pada 20-23 Mei
2010 menjadi peristiwa penting dalam politik Indonesia.
Anas
mendeklarasikan pencalonannya di Jakarta pada 15 April 2010. Dalam pidato
deklarasinya, Anas menegaskan bahwa kesiapan dirinya bukanlah untuk bersaing,
apalagi bertanding. Pencalonanya bukan untuk memburu jabatan. Menurut Anas,
kongres adalah sebuah kompetisi rutin dan penuh persahabatan antar sesama
saudara. “Semua kandidat adalah kader-kader terbaik partai Demokrat dan sahabat
seperjuangan,” kata Anas.
Dalam
deklarasi itu Anas menyatakan akan mengusung agenda institusionalisasi partai.
Artinya, bagaimana mentransformasi pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sebagai figur penting dan sentral dalam Partai Demokrat menjadi institusi
partai yang kuat. Agenda lainnya adalah stabilisasi internal; kaderisasi yang
baik, bermutu, dan sistematis; desentralisasi pengelolaan partai secara
terukur; pembangunan budaya politik yang bersih, cerdas, santun sebagai karakter
partai; serta manajemen logistik yang kuat dan akuntabel.
Pemikiran
politik Anas selanjutnya dituangkan dalam pidato kebudayaan “Membangun Budaya
Demokrasi” yang diselenggarakan di Jakarta pada 16 Mei 2010. Pidato ini
dilakukan untuk melanjutkan tradisi berwacana yang sudah lama dijalankan oleh
para founding fathers bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir; para
pemikir seperti Tan Malaka, Soedjatmoko, dan bahkan Kartini yang menuangkan
pemikirannya melalui tulisan.
Dalam pidato
tersebut, Anas menjelaskan bahwa politik uang, patronase, sub-nasionalisme,
dominannya “ascribed status”, meritokrasi yang lemah dan “zero sum game”
merupakan tantangan terbesar dalam membangun budaya demokrasi. Anas menempatkan
meritokrasi sebagai agenda terpenting dalam membangun budaya demokrasi, yang
harus dijaga dari polusi politik uang. Meritokrasi juga akan membuahkan
sejumlah pemimpin yang kompeten dan tidak akan melahirkan orang kuat yang
melampaui sistem dan institusi sehingga check and balance dapat berlangsung
secara efektif.
Dalam
rangkaian persiapan kongres, Anas meluncurkan buku “Revolusi Sunyi” di Aula
Harian Pikiran Rakyat, Bandung. Buku ini mengungkap kiat-kiat sukses Partai
Demokrat dan SBY memenangkan pemilu 2009. Anas mengungkapkan ketelatenan Partai
Demokrat melakukan survei pasar yang dilakukan secara periodik dengan
melibatkan semua elemen partai. Buku Revolusi Sunyi mengulas kesaksian
bagaimana sebuah parpol bekerja keras menghadapi pemilu tanpa melakukan
publikasi yang “gaduh”.
Kompetisi di
kongres berlangsung ketat dengan tiga kandidat kuat: Anas, Andi Mallarangeng
(yang juga Menteri Pemuda dan Olah Raga RI), dan Marzuki Alie (Ketua DPR RI)
yang baru saja mendeklarasikan pencalonannya sehari sebelum kongres dimulai.
Dalam
pemungutan suara putaran pertama, Anas unggul (236 suara) dari Marzuki Alie
(209 suara) dan Andi Mallarangeng (82 suara). Karena tidak ada kandidat yang
memperoleh suara lebih dari 50 persen, pemungutan suara putara kedua dilakukan.
Menjelang putaran kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi pernyataan
agar perwakilan DPD dan DPC memilih ketua umum Partai Demokrat sesuai dengan
hati nurani, yang mengindikasikan berjalannya demokrasi internal di partai
terbesar ini.
Pada putaran
kedua, Anas unggul dengan perolehan 280 suara. Marzuki Alie memperoleh 248
suara, sementara dua suara dinyatakan tidak sah. Pemilihan ini membuat Anas
menjadi salah seorang ketua umum partai politik termuda di Indonesia.
Menanggapi hasil pemungutan suara tersebut Anas mengatakan, “Anda lihat sendiri,
saya menang dalam pemilihan yang demokratis. Ini bukti, selain Partai Demokrat
adalah partai yang mengutamakan demokrasi, Pak SBY juga demokrat sejati karena
tidak pernah ikut campur pemilihan, termasuk mendukung salah satu calon.”
Pada 17
Oktober 2010, Anas melantik pengurus pleno DPP Partai Demokrat yang berjumlah
2.000 orang pada saat peringatan ulang tahun partai tersebut di Jakarta.
Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Olahraga merupakan
salah satu hobi Anas, selain membaca. Anas gemar bermain voli, bulu tangkis, dan sepak bola. Hampir tidak
pernah ia melewatkan kesempatan menonton langsung pertandingan Tim Nasional
Indonesia. Ia pernah mengatakan bahwa sewaktu menjadi wartawan di Surabaya,
penugasan favoritnya adalah meliput pertandingan sepak bola. Kini, Anas kerap
diundang menjadi komentator pertandingan sepak bola nasional dan internasional
di televisi. Anas memilih Manchester United, FC Barcelona dan AC Milan sebagai
tim sepak bola favoritnya di kancah internasional. Di tanah air, tim sepak bola
pujaan Anas selain Timnas Garuda adalah PSBI Blitar.
Anas mengaku
sebagai pecinta kuliner nusantara. Lewat Twitter (akun: @anasurbaningrum), ia
berbagi gambar dan informasi sajian lezat dan tempat bersantap di seantero
tanah air.
Anas menikah
dengan Athiyyah Laila Attabik (Tia). Anas dan Tia pertama kali bertemu karena
diperkenalkan teman-teman di HMI Yogyakarta. Menurut Tia, dia dan Anas tidak
pernah berpacaran. Masa perkenalannya pun sangat singkat, hanya empat bulan.
Tia dan Anas hanya bertemu tiga kali dan bicara lewat telepon empat kali.
Menurut Tia, “Saat dia melamar, saya pun sudah merasa klik dengannya.”
Dalam sebuah
wawancara, Ryaas Sayid mengenang permintaan Anas agar ia menjadi juru bicara
untuk melamar kepada orang tua Tia, K.H. Attabik Ali, di Pondok Pesantren
Krapyak, Yogyakarta. Bersama Andi Mallarangeng dan Affan Gaffar (alm.)
berangkatlah Ryaas ke Yogyakarta. Anas dan Tia menikah pada 10 Oktober 1999 di
Yogyakarta.
Saat ini, Anas
dan Tia tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur, bersama keempat anak mereka:
Akmal Naseery (lahir 2000), Aqeela Nawal Fathina (lahir 2001), Aqeel Najih
Enayat (lahir 2003), dan Aisara Najma Waleefa (lahir 2005).
Penghargaan
Bintang Jasa
Utama dari Presiden RI, 1999
0 komentar:
Posting Komentar