Oleh : Habibi Fusuy
Mendefinisikan kata ‘kemerdekaan’
tentulah masih bergantung pada perspektif mana kita memandangnya. Dari kalimat
tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ternyata kemerdekaan secara totalitas
haruslah memiliki ciri-khas serta dukungan keluasan berkreatifitas demi
mewujudkan kemajuan Bangsa dan Negara, dikarenakan kemerdekaan yang utuh adalah
kebebasan dalam berpikir dan bertindak atas norma dan hukum yang berlaku.
Kemerdekaan tersebut pula memiliki
tolak ukur definisi yang berbeda-beda dalam kaitannya, seperti yang pernah di
tulis oleh Soe Hok Gie (Baca; Artikel Anjrah Lelono Broto) bahwa
dimana terdapat kemerdekaan jiwa maka disanalah bersarang kemerdekaan berpikir.
Kemerdekaan yang niscaya menjadi hak asasi manusia yang diberikan tuhan secara ‘taken
for granted’ dan tidak siapapun bisa merenggutnya, karena kemerdekaan yang
dalam aktualisasinya akan terwujud dalam kemerdekaan bersikap dan berpen-dapat.
Pengejewantahan ekspresi kemerdekaan tersebut pula dapat dilakukan secara
bersikap dan berpendapat dalam gagasan yang dapat diaplikasikan.
Maka secara bersikap atau bertindak
manusia yang telah memiliki totalitas kemerdekaan melalui institusi negara yang
sah dan diakui dapat bebas berpendapat dan menyalurkan kreatifitas serta buah
pemikirannya untuk membangun tonggak peradaban. Kendatipun hal tersebut
haruslah di-dukung oleh eksistensi Negara dengan segala bentuk legitimasinya
untuk melindungi hak-hak tersebut dalam bingkai hukum yang diatur.
Namun sesuai dengan perkembangan
semangat zaman hari ini, dinamika perkembangan pemikirian serta konsepsi
berpikir merdeka tidak hanya berdiri pada masing-masing ashobiyah atau
kelompoknya, karena terkadang cara berfikir pada satu kondisi dapatlah berdiri
saling berhadapan sampai dengan menimbulkan gesekan. Hal tersebut terkadang
tidak terjadi atas ketidak-sengajaan, namun terkadang ada setting sosial yang
terjadi atas problematika tersebut.
1. Kritik
untuk Rok Mini dan Intimidasi diskusi
Cara pikir elitis sampai dengan
kelompok radikal tertentu pada beberapa waktu lalu masih meninggalkan jejak
kotor yang mewakili potret buram bingkai kemerdekaan berfikir masyarakat
Indonesia, (Baca: Kebijakan DPR-RI atas larangan pemakaian Rok Mini)
tersebut adalah salah satu bentuk kegoyahan dimensi keimanan atas segala bentuk
sentuhan pornografi dilingkungan kerja, namun pada dimensi kesadaran yang
berbeda haruslah kita tela’ah dan jujur bahwa manakah yang lebih ‘mini’ antara
‘otak’ dan ‘Rok’ dalam kasus tersebut!!!
Muramnya dimensi cara berpikir bukan
hanya berhenti pada konsepsi larangan rok mini di atas, namun secara ‘tindakan’
salah satu kelompok ormas islam baru-baru ini bahkan berani melakukan tindakan
represif terhadap sebuah diskursus bedah buku di Salihara-Jakarta Selatan (Baca
kompas: tentang FPI bubarkan bedah buku Feminis Islam asal Kanada-”Allah,
Liberty dan Love, Suatu Keberanian mendamaikan Iman dan Kebebasan”)
tersebut adalah salah satu bentuk pembatasan dan intimidasi esensi kemerdekaan
manusia dalam berpikir dan mengeluarkan pendapat. Pembubaran paksa yang menuai
kecaman dari banyak pihak tersebut ternyata didukung oleh institusi kepolisian
yang terkesan tidak tegas dalam menjaga keberlangsungan hak-hak atas
berkreatifitas itu justru dapatlah
dianggap oleh kalangan intelektual atau cendekiawan sebagai sikap ketakutan
berlebihan atau paranoid.
2.
Ketakutan Atas Gerakan Orientalism
Ketakutan adalah sikap tersudut atas
serangan pihak tertentu (baik secara konsepsi ataupun budaya)yang kemudian
dianggap akan menghilangkan eksistensi kelompok tertentu. Ketakutan yang
berlebihan pada dasarnya akan menuai sisi negatif yang terkadang menjadikan
kepercayaan diri untuk dapat berkreatifitas terhambat. Hal tersebut dapatlah
kita lihat bersama atas penolakan dan pengganjalan Konser Lady Gaga (Baca
Tribun Medan: Polda Ganjal Koser Lady Gaga dan FPI akan boikot Konser
bertajuk Lady Gaga The Born This Way Ball) adalah bagian ketakutan
atas goyahnya iman menyaksikan kefulgaran serta budaya negatif dari cara berpakaian
penyanyi tersebut.
Dari sikap penolakan tersebut,
penulis ingin membawa pembaca untuk lebih berani mengkritik sikap paranoid atau
ashobiyah destruktif kita atas serangan pop
culture dan gerakan orientalism sekalipun, karena secara subtansial menyelesaian
problematika penjajahan kebudayaan bukanlah dengan tindakan represif yang
terkesan konvensional. Namun secara mentalitas sudah seharusnya kita berbenah
dengan melepas belenggu intimidasi terhadap kemerdekaan jiwa, berpikir dan
bersikap masyarakat indonesia secara umum. Maka, apakah kita pernah bertanya
pada diri kita sendiri Apakah hanya dengan model pakaian Lady Gaga akan
membuat akhlak dan norma kita rusak???
3. Dimana
Masalah kita? ‘Sebab’ atau ‘Akibat’!!!
Setiap minggunya sungai deli mengairi
seorang bayi yang dengan sengaja dibuang oleh ibunya (yang pada konteks ini
kita memandang sebagai orangtua yang tidak bertanggungjawab), maka secara
sisi kemanusiaan kita akan terdorong untuk menolong bayi tersebut. Namun
apabila hal tersebut terjadi untuk setiap minggunya apakah mungkin kita akan
selalu menolong bayi yang dibuang???. Pada konteks permasalahan ini penulis
ingin mencoba menggambarkan kepada pembaca bahwa menyelesaikan segala
problematika haruslah sudah dimulai dari apa itu “sebab”, bukan “akibat”.
Dari analogis di atas dapatlah
penulis coba simpulkan kepada pembaca, bahwa dalam menyelesaikan problematika
konsepsi atau perang ideologis yang dianggap negatif sampai dengan tontonan
ke-vulgaran Lady Gaga sekalipun yang tidaklah dengan menggunakan
tidakkan represif atau dengan pengancaman, karena hal itu akan mencerminkan
kesimpulan bahwa kita adalah bangsa yang tidak mampu bersaing secara mentalitas
maupun secara konsepsi ideologis melalui kesiapan sikap bahwa kita adalah
manusia dengan peradaban yang maju dan merdeka.
Maka sudah seharusnya kita berhenti
pada titik ini, agar media tidak begitu menina-bobo’kan masyarakat luas melalui
media. karena secara urgensi, komplikasi yang sedang dialami oleh Negara ini
bukan hanya pada rok-mini, sampai dengan belahan dada Lady Gaga karena
Korupsi adalah persoalan mendesak yang kini harus kita selesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar